Minggu, 11 Januari 2015

Perkembangan Sekolah

Saat ini, “sekolah” dapat diartikan sebagai tempat berkumpulnya sekelompok manusia yang ingin mendapatkan ilmu dari seseorang yang disebut guru, yang dipercaya memiliki pengetahuan lebih berdasarkan tingkat pendidikannya. Berdasarkan kamus besar Bahasa Indonesia, sekolah diartikan sebagai bangunan atau lembaga untuk belajar dan mengajar serta tempat menerima dan memberi pelajaran (menurut tingkat-annya, ada).
Padahal, dalam bahasa aslinya, yakni kata skhole, scola, scolae atau schola (Latin), kata itu secara harfiah berarti “waktu luang” atau “waktu senggang”.
Berdasarkan keberadaan sekolah dari waktu ke waktu telah mengalami pergeseran makna yang mempengaruhi sistem dan pelaksanaannya. Sekolah pada masa Yunani kuno, masyarakat memanfaatkan waktu luangnya untuk mendatangi suatu tempat atau mengunjungi seseorang yang pandai dalam hal tertentu. Mereka berbagi ilmu pengetahuan yang menurut mereka penting dan dibutuhkan. Dalam jangka waktu yang lama, kegiatan tersebut bertahan dan menjadi tradisi bagi putra-putri mereka. Sampai pada seorang yang bernama John Amos Comenius, melalui mahakaryanya yang kemudian dianggap sebagai fons et erigo nya ilmu pendidikan (tepatnya : teori pengajaran), yakni kitab Didactica Magma, melontarkan gagasan pelembagaan pola proses pengasuhan anak-anak itu secara sistematis dan metodis, terutama karena kenyataan memang adanya keragaman latar belakang dan proses perkembangan anak-anak asuhan tersebut yang memerlukan penanganan khusus.
Di tempat lain, kegiatan yang dikenal dengan “sekolah” juga berlangsung dalam bungkusan berbeda. Di India, seorang pendeta mengajarkan kitab Veda, ilmu pengetahuan, tata bahasa, dan filsafat di sekitar tahun 1200 sebelum Masehi. Di Indonesia sendiri, pada abad ke -11, pada pemerintahan Raja Udayana, di Bali, dikenal istilah Banjar atau Babanjaran, yang secara fungsional merupakan tempat warga berkumpul untuk membicarakan hal-hal yang menyangkut kepentinngan bersama, melalui proses pembelajaran yan terjadi sehari-hari.
Penggunaan kata “sekolah” kemudian berkembang berdasarkan kebutuhan pada masa tertentu. Socrates melakukan pendekatan dengan mengjukan pertanyaan – pertanyaan pengglian untukmemicu pikiran – pikiran muridnya guna memahami makna kehidupan, kebenaran, dan keadilan lebih mendalam. Kemudian, Isocrates mengembangkan metode pendididkan untuk mempersiapkan para orator yang bekerja dikantor – kantor pemerintah. Pada sekitar abad 11 samapi abad 15, perkembangan pendidikan semakin maju. Adanya Unirversity of Paris pada abad ke 11, kemudian pada abad 14 dan 15 dikenal tokoh – tokoh penulis yang memberikan pengaruh besar dalam pendidikan terutama pada bidang ilmu arkeologi, mitologi, sejarah, dan kitab Suci.
Di Sulawesi Selatan, berdiri sekolah rakyat yang memanfaatkan gedung tua peninggalan Belanda. Belajar dengan sistem yang teratur,mencakup semua bidang ilmu. Interaksi antara guru dan murid tidak hanya terjadi di dalam kelas, melainkan di halaman, di hutan, dengan bermodal keterampilan dan pengatahuan umum. Seketika semua berubah, bangunan hancur, digantikan dengan banyak banguan sekolah yang membuat murid – murid kini terpisah dibeberapa sekolah. Mereka pun bersekolah dengan penampilan yang lain, diikat oleh aturan seragam, sepatu, dan tas sekolah.interaksi yang monoton, dalam kelas, penuh keteraturan.
Sekarang ini, sekolah telah bergeser maknanya. Tempat dengan ukuran tertentu dan memiliki batasan – batasan yang membuat masyarakat berpikir bahwa salah satu alat keberhasilan seseorang adalah bersekolah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar